Hujan. Bukankah kamu bilang, kamu suka mencium bau hujan? Kamu juga suka berdiri diam diguyur hujan lebat. Kamu..
"Dia paling suka hujan." suara gadis itu menyadarkanku.
Yuri Kinamoto namanya. Cantik, tapi bukan itu.. bukan itu yang menjadi daya tarik terkuatnya. Matanya. That starry eyes. Tatapan yang seakan sanggup menelanjangi dan mengerti setiap rahasiaku. Tatapan yang begitu penuh dengan hidup. Tatapan yang seakan menawarkan untuk menanggung setiap beban hatiku. Eyes of the goddess.
Aku mengangguk. "Dia cerita?"
Dia menggeleng. Lalu tersenyum. Matanya menerawang jauh.
"Hari itu.. aku sedang berjalan pulang dari sekolah. Hujan lebat, lebat sekali. Kamu tau kan di Jepang selalu ada satu bulan di musim semi dimana hujan turun terus menerus?"
Aku mengangguk. Kamu pernah bercerita tentang itu.
Yuri melanjutkan ceritanya. "Lalu aku melihat si bodoh itu. Dia sedang berdiri seperti patung sawah ditengah padang bunga kami. Tangannya membentang seperti orang yang menanti sesuatu jatuh dari langit."
"Dia selalu begitu" ujarku. Ntah sudah berapa kali aku melihatmu seperti itu.
"Aku terheran dan aku pun menghampiri dia. Aku tanya apa yang sedang dia lakukan"
"Ah.. dia pasti memberi jawaban yang tidak masuk akal" potongku. Ya, kamu dan segala filosofi aneh mu.
Yuri menggeleng. "Ngga.. jawaban dia sangat masuk akal"
"Oh ya? Apa katanya?"
"'Aku menikmati belaian Tuhan' begitu katanya".
Aku melongo. Itu.. jawaban masuk akal? Apakah gadis ini pun seaneh kamu? Apa karena itu..
"Ya.. waktu itu pun aku merasa jawabannya sungguh aneh. Tapi dia mengajarkanku banyak hal. Banyak hal yang buat ku mengerti dunianya. Dan jawaban itu pun jadi masuk akal." Yuri tersenyum. Ah senyum itu juga.. senyum yang kurasa sanggup mendamaikan hatimu.
"Lalu dia bertanya 'kamu mau menemaniku?'. Saat itulah pertama kali aku melangkah masuk ke dunianya." sebersit ada duka di wajah yang ceria itu. Dia menutup payungnya dan membiarkan dirinya diguyur hujan. Seperti kamu. Tentu dia sangat merindukan mu.
Duniamu. Dunia yang tak pernah kumengerti. Karena aku tak akan melepaskan payungku. Aku pikir itu bodoh. Tapi dia..
Yuri tertawa. "Ntah apa yang membuatku mau mengikuti nya. Tapi sejak itulah kami berteman. Mama sangat suka padanya, dan dia pun tinggal bersama kami. Lima bulan.."
Yuri tidak sanggup melanjutkan kata2nya. Aku pun tak tau harus berkata apa. Kami hanyut dalam lamunan, yang mugkin tentang orang yang sama.
"Bunga-bunga ini, kamu kah yang menanamnya?" tanyaku sambil memperhatikan bunga lavender yang tumbuh indah di sini.
Ah.. she blushed. Kamu sungguh kejam, gadis sebaik ini pun kamu tinggalkan.
"Dia paling suka dengan keindahan. Aku hanya ingin orang yang datang kesini bisa teringat akan dia yang seperti itu." ujar Yuri tertunduk.
"Aku bisa merasakan dia disini.. Yuri, aku rasa jika dia ada disini, tentu dia akan langsung duduk dan melamun dan.."
"Dan di wajahnya akan ada senyum itu.. " Yuri tersenyum, seperti kamu. Senyum yang membuat dunia iri. Senyum pujangga-pujangga yang tidak dimengerti dunia.
"Kamu telah mewarisi senyum dia". Aku menatap Yuri dengan sedikit iri.. mengapa lima belas tahun tidak cukup buat aku untuk menjadi bagian dari dunia mu? mengapa dia hanya butuh lima bulan?
"Mewarisi?"
"Ya.. dia hidup di dalam kamu."
"Di dalam.. aku?" Yuri memejamkan matanya.
Yuri membentangkan tangannya. Dan tersenyum.
Kamu meninggalkan aku seperti angin.
Untuk jadi hujan buat dia yang tercipta untukmu.
Sekarang aku mengerti.
Cinta bukan hamba siapa-siapa.
Cinta tidak takluk oleh apapun juga,
tidak oleh waktu, tidak oleh maut.
"Dia paling suka hujan." suara gadis itu menyadarkanku.
Yuri Kinamoto namanya. Cantik, tapi bukan itu.. bukan itu yang menjadi daya tarik terkuatnya. Matanya. That starry eyes. Tatapan yang seakan sanggup menelanjangi dan mengerti setiap rahasiaku. Tatapan yang begitu penuh dengan hidup. Tatapan yang seakan menawarkan untuk menanggung setiap beban hatiku. Eyes of the goddess.
Aku mengangguk. "Dia cerita?"
Dia menggeleng. Lalu tersenyum. Matanya menerawang jauh.
"Hari itu.. aku sedang berjalan pulang dari sekolah. Hujan lebat, lebat sekali. Kamu tau kan di Jepang selalu ada satu bulan di musim semi dimana hujan turun terus menerus?"
Aku mengangguk. Kamu pernah bercerita tentang itu.
Yuri melanjutkan ceritanya. "Lalu aku melihat si bodoh itu. Dia sedang berdiri seperti patung sawah ditengah padang bunga kami. Tangannya membentang seperti orang yang menanti sesuatu jatuh dari langit."
"Dia selalu begitu" ujarku. Ntah sudah berapa kali aku melihatmu seperti itu.
"Aku terheran dan aku pun menghampiri dia. Aku tanya apa yang sedang dia lakukan"
"Ah.. dia pasti memberi jawaban yang tidak masuk akal" potongku. Ya, kamu dan segala filosofi aneh mu.
Yuri menggeleng. "Ngga.. jawaban dia sangat masuk akal"
"Oh ya? Apa katanya?"
"'Aku menikmati belaian Tuhan' begitu katanya".
Aku melongo. Itu.. jawaban masuk akal? Apakah gadis ini pun seaneh kamu? Apa karena itu..
"Ya.. waktu itu pun aku merasa jawabannya sungguh aneh. Tapi dia mengajarkanku banyak hal. Banyak hal yang buat ku mengerti dunianya. Dan jawaban itu pun jadi masuk akal." Yuri tersenyum. Ah senyum itu juga.. senyum yang kurasa sanggup mendamaikan hatimu.
"Lalu dia bertanya 'kamu mau menemaniku?'. Saat itulah pertama kali aku melangkah masuk ke dunianya." sebersit ada duka di wajah yang ceria itu. Dia menutup payungnya dan membiarkan dirinya diguyur hujan. Seperti kamu. Tentu dia sangat merindukan mu.
Duniamu. Dunia yang tak pernah kumengerti. Karena aku tak akan melepaskan payungku. Aku pikir itu bodoh. Tapi dia..
Yuri tertawa. "Ntah apa yang membuatku mau mengikuti nya. Tapi sejak itulah kami berteman. Mama sangat suka padanya, dan dia pun tinggal bersama kami. Lima bulan.."
Yuri tidak sanggup melanjutkan kata2nya. Aku pun tak tau harus berkata apa. Kami hanyut dalam lamunan, yang mugkin tentang orang yang sama.
"Bunga-bunga ini, kamu kah yang menanamnya?" tanyaku sambil memperhatikan bunga lavender yang tumbuh indah di sini.
Ah.. she blushed. Kamu sungguh kejam, gadis sebaik ini pun kamu tinggalkan.
"Dia paling suka dengan keindahan. Aku hanya ingin orang yang datang kesini bisa teringat akan dia yang seperti itu." ujar Yuri tertunduk.
"Aku bisa merasakan dia disini.. Yuri, aku rasa jika dia ada disini, tentu dia akan langsung duduk dan melamun dan.."
"Dan di wajahnya akan ada senyum itu.. " Yuri tersenyum, seperti kamu. Senyum yang membuat dunia iri. Senyum pujangga-pujangga yang tidak dimengerti dunia.
"Kamu telah mewarisi senyum dia". Aku menatap Yuri dengan sedikit iri.. mengapa lima belas tahun tidak cukup buat aku untuk menjadi bagian dari dunia mu? mengapa dia hanya butuh lima bulan?
"Mewarisi?"
"Ya.. dia hidup di dalam kamu."
"Di dalam.. aku?" Yuri memejamkan matanya.
Yuri membentangkan tangannya. Dan tersenyum.
Kamu meninggalkan aku seperti angin.
Untuk jadi hujan buat dia yang tercipta untukmu.
Sekarang aku mengerti.
Cinta bukan hamba siapa-siapa.
Cinta tidak takluk oleh apapun juga,
tidak oleh waktu, tidak oleh maut.
Comments