This was written January 30th, 2007. Hah.. how time flies. But I promise someone I will try to continue writing. So let's start with the ones I had in draft.
Pisah
"Kenapa sih kamu.. kamu cuma bisa diam?" Kamu untuk kesekian kalinya menanyakan pertanyaan itu. Suaramu makin melemah. Putus asa. Sakit. Aku tau hatimu pasti sakit. Aku juga.
Rumah sakit.
Memang ini tempat tujuan orang2 yang sakit. Tapi sakit hati? Tentu saja di rumah sakit banyak orang yang sakit hatinya, melihat orang2 yang mereka cintai terbaring tak berdaya. Sakit hati karena cinta? Mungkin saat ini.. cuma kita berdua yang begitu. Cuma aku dan kamu, Terry dan Rika.
"Kamu ngga bisa ngelupain dia, aku ngerti. Kamu ngga bisa mencintai aku, aku ngerti. Bahkan kamu ngga bisa bae sama aku, aku coba untuk ngerti. Tapi aku ngga ngerti.. ngga ngerti kenapa kamu harus pergi." Kamu merunduk, berusaha menyembunyikan mata basahmu.
Aku menengadah.. berusaha menerbangkan pedihku.
Mungkinkah aku ngga cinta sama kamu?
"Dan aku ngga ngerti.. apa gunanya aku disisimu begini. Ngga akan ada happy ending, Ka.." Aku akhirnya menjawab.
"Kita cuma butuh waktu, Ter.. Waktu.. "
"Aku cape sama kamu Ka.."
Sebuah kalimat yang ntah bagaimana terucapkan. Kamu tersentak, terdiam.
"Kamu bener2 se-ngga suka itu sama aku Ter?" Kamu bertanya pasrah.
Aku tak sanggup bersuara. Hanya mengganguk.
Untuk beberapa menit kamu hanya membisu, berusaha menahan laju air mata, berusaha untuk memalsukan sebuah senyum.
Akhirnya kamu bersuara.. sebuah kalimat yang ngga akan aku lupain,
"Aku ngerti sekarang. Makasih Ter, for being honest."
I am sorry Ka, for I lied.
Reuni
"Hai Ka.. " suaramu..
Seorang wanita manis berjalan disampingmu. Seperti apakah dia? Sehebat apakah?
"Hai Ter.. istrimu?" aku berusaha bertanya.
"Eh iyah.. kenalin.. ini Lea. Lea.. ini Rika. Ini.. suami?"
Mengapa suaramu bergetar? Sesalkah?
Tapi apa arti sesalmu? Kamu yang telah mengubur semua senyumku.
"Iya Ter.. ini Eric. Ric.. ini Terry, temenku waktu sekolah kedokteran dulu."
Eric mengangguk dan tersenyum. Matamu tak beralih dari Eric. Apa yang kamu pikirkan, Ter?
"Rika pernah cerita tentang aku, Ric?"
Cerita apa Ter? Cerita kalo kamulah satu2 nya pria yang aku cintai?
"Aku sering lihat kamu di foto Rika." Jawab Eric, matanya juga tidak beralih dari kamu.
"Sering..?" aku dan kamu bertanya serempak.
Kita cuma punya satu foto bersama. Cuma satu. Dan aku tidak pernah menunjukkan foto itu kepada siapa pun. Apalagi Eric.
Eric tersenyum, "Rika cuma punya satu foto yang ada kamu-nya. Dan dia.. dia ngga pernah menunjukkan foto itu kepada siapapun.."
Pandangan Eric beralih kepadaku, "Tapi.. aku tidak sengaja menemukan foto itu. Dan aku suka sekali dengan foto itu.."
Eric suka dengan foto itu?
"Kamu suka dengan wajahku?" kamu tertawa. Tertawa dan tak mengerti. Aku diam. Diam dan tak mengerti.
Giliran Eric tertawa, "Aku sering bertanya siapa kamu.. tapi lebih dari itu.. aku sering bertanya.."
"Bertanya apa Ric?" aku penasaran.
"Mengapa kamu bisa tertawa seindah itu.. saat kamu bersama Terry?" Eric menatapku dalam. Dalam dan pedih. Pedih dan jerih.
Empat manusia bertemu muka di hari itu.
Empat manusia menahan luka di titik itu.
Luka karena ingkar. Ingkar karena terpaksa. Terpaksa karena cinta.
Karena cinta dan kejujuran tidak saling percaya.
I am sorry Ter, for I lied.
Pisah
"Kenapa sih kamu.. kamu cuma bisa diam?" Kamu untuk kesekian kalinya menanyakan pertanyaan itu. Suaramu makin melemah. Putus asa. Sakit. Aku tau hatimu pasti sakit. Aku juga.
Rumah sakit.
Memang ini tempat tujuan orang2 yang sakit. Tapi sakit hati? Tentu saja di rumah sakit banyak orang yang sakit hatinya, melihat orang2 yang mereka cintai terbaring tak berdaya. Sakit hati karena cinta? Mungkin saat ini.. cuma kita berdua yang begitu. Cuma aku dan kamu, Terry dan Rika.
"Kamu ngga bisa ngelupain dia, aku ngerti. Kamu ngga bisa mencintai aku, aku ngerti. Bahkan kamu ngga bisa bae sama aku, aku coba untuk ngerti. Tapi aku ngga ngerti.. ngga ngerti kenapa kamu harus pergi." Kamu merunduk, berusaha menyembunyikan mata basahmu.
Aku menengadah.. berusaha menerbangkan pedihku.
Mungkinkah aku ngga cinta sama kamu?
"Dan aku ngga ngerti.. apa gunanya aku disisimu begini. Ngga akan ada happy ending, Ka.." Aku akhirnya menjawab.
"Kita cuma butuh waktu, Ter.. Waktu.. "
"Aku cape sama kamu Ka.."
Sebuah kalimat yang ntah bagaimana terucapkan. Kamu tersentak, terdiam.
"Kamu bener2 se-ngga suka itu sama aku Ter?" Kamu bertanya pasrah.
Aku tak sanggup bersuara. Hanya mengganguk.
Untuk beberapa menit kamu hanya membisu, berusaha menahan laju air mata, berusaha untuk memalsukan sebuah senyum.
Akhirnya kamu bersuara.. sebuah kalimat yang ngga akan aku lupain,
"Aku ngerti sekarang. Makasih Ter, for being honest."
I am sorry Ka, for I lied.
Reuni
"Hai Ka.. " suaramu..
Seorang wanita manis berjalan disampingmu. Seperti apakah dia? Sehebat apakah?
"Hai Ter.. istrimu?" aku berusaha bertanya.
"Eh iyah.. kenalin.. ini Lea. Lea.. ini Rika. Ini.. suami?"
Mengapa suaramu bergetar? Sesalkah?
Tapi apa arti sesalmu? Kamu yang telah mengubur semua senyumku.
"Iya Ter.. ini Eric. Ric.. ini Terry, temenku waktu sekolah kedokteran dulu."
Eric mengangguk dan tersenyum. Matamu tak beralih dari Eric. Apa yang kamu pikirkan, Ter?
"Rika pernah cerita tentang aku, Ric?"
Cerita apa Ter? Cerita kalo kamulah satu2 nya pria yang aku cintai?
"Aku sering lihat kamu di foto Rika." Jawab Eric, matanya juga tidak beralih dari kamu.
"Sering..?" aku dan kamu bertanya serempak.
Kita cuma punya satu foto bersama. Cuma satu. Dan aku tidak pernah menunjukkan foto itu kepada siapa pun. Apalagi Eric.
Eric tersenyum, "Rika cuma punya satu foto yang ada kamu-nya. Dan dia.. dia ngga pernah menunjukkan foto itu kepada siapapun.."
Pandangan Eric beralih kepadaku, "Tapi.. aku tidak sengaja menemukan foto itu. Dan aku suka sekali dengan foto itu.."
Eric suka dengan foto itu?
"Kamu suka dengan wajahku?" kamu tertawa. Tertawa dan tak mengerti. Aku diam. Diam dan tak mengerti.
Giliran Eric tertawa, "Aku sering bertanya siapa kamu.. tapi lebih dari itu.. aku sering bertanya.."
"Bertanya apa Ric?" aku penasaran.
"Mengapa kamu bisa tertawa seindah itu.. saat kamu bersama Terry?" Eric menatapku dalam. Dalam dan pedih. Pedih dan jerih.
Empat manusia bertemu muka di hari itu.
Empat manusia menahan luka di titik itu.
Luka karena ingkar. Ingkar karena terpaksa. Terpaksa karena cinta.
Karena cinta dan kejujuran tidak saling percaya.
I am sorry Ter, for I lied.
Comments