Gua suka menulis, karena menulis itu therapeutic.
Tapi gua sadar, library kata dan rasa gua, ngga sekaya itu.
Jadi suka kagum sama teman2 yg punya bakat dan kemampuan utk menguntai kata.
mereka yg menolak norma jaman ini,
dan memilih utk bawa dlm tidur segala pengertian dan bijak mereka.
Here goes.. sedikit kutipan sana sini dari cerpen seorang Kharisma Tanoto.
Negeri Tak Berangin
“Malam merintang dan hujan bersastra tentang rasa. Sajak mendayu-dayu namun tiada cara
melodi merambat ke gendang telingamu. Sebab jiwaku ini, cinta, adalah negeri tak berangin.”
***
Kala itu kulihat wajahnya, telah kukatakan, ‘Hai mata, setelah kau pantulkan obyek
tiga dimensi itu ke retina, kirim hasil pantulan itu ke dalam lemari berkas di otakku, dan
simpan baik-baik di sana. Jangan biarkan syaraf-syaraf halusmu itu menjalar menyasarkan
hasil pantulan wajahnya ke hatiku. Kunci berkas wajah itu di sela yang paling dalam, jangan
biarkan hatiku mengaisnya dengan mudah.’
***
Aku terus dihantui perasaan. Dalam setiap gerak gerik rasa bersalah, rindu dan luka
masa depan selalu membayang. Semua termanifestasi dalam wujud nyata perbuatan; Aku
dikemudikan naluri. Berlaku sesuai kehendak hati, lupa diri yang tak terkendali. Sedemikian
hebatnya hingga tamparan dunia yang mendarat panas di pipi tak kurasa dan ayunan
lengannya untuk tamparan yang kedua kali tak kutentang. Urat syarafku telah mati, turut
bermimpi.
Tapi gua sadar, library kata dan rasa gua, ngga sekaya itu.
Jadi suka kagum sama teman2 yg punya bakat dan kemampuan utk menguntai kata.
mereka yg menolak norma jaman ini,
dan memilih utk bawa dlm tidur segala pengertian dan bijak mereka.
Here goes.. sedikit kutipan sana sini dari cerpen seorang Kharisma Tanoto.
Negeri Tak Berangin
“Malam merintang dan hujan bersastra tentang rasa. Sajak mendayu-dayu namun tiada cara
melodi merambat ke gendang telingamu. Sebab jiwaku ini, cinta, adalah negeri tak berangin.”
***
Kala itu kulihat wajahnya, telah kukatakan, ‘Hai mata, setelah kau pantulkan obyek
tiga dimensi itu ke retina, kirim hasil pantulan itu ke dalam lemari berkas di otakku, dan
simpan baik-baik di sana. Jangan biarkan syaraf-syaraf halusmu itu menjalar menyasarkan
hasil pantulan wajahnya ke hatiku. Kunci berkas wajah itu di sela yang paling dalam, jangan
biarkan hatiku mengaisnya dengan mudah.’
***
Aku terus dihantui perasaan. Dalam setiap gerak gerik rasa bersalah, rindu dan luka
masa depan selalu membayang. Semua termanifestasi dalam wujud nyata perbuatan; Aku
dikemudikan naluri. Berlaku sesuai kehendak hati, lupa diri yang tak terkendali. Sedemikian
hebatnya hingga tamparan dunia yang mendarat panas di pipi tak kurasa dan ayunan
lengannya untuk tamparan yang kedua kali tak kutentang. Urat syarafku telah mati, turut
bermimpi.
Comments