Skip to main content

Untitled #1

"Ko Indraaa!!!" seruan cempreng itu menyadarkanku dari lamunanku. Lamunan tentang kejadian 9 tahun lalu.

--1997--
"Ko Indraaa!!!"
Serentak seluruh indraku tersadar penuh. Oh.. udah jam enam sore yah. Aku ngga sempat berpikir banyak. Seakan terprogram, tubuhku melesat ke kamar mandi, kucuci mukaku dan kurapikan rambutku sedikit.

Mama yang menyaksikan semua itu hanya bisa geleng2. "Ndra... kamu kalo mama bangunin buat ngeles susahnyaa... ampun deh. Tapi begitu Pauline manggil 'ko indraa...' kok kamu bisa langsung bangun yah?" Aku cuma bisa tersenyum melihat mamaku menirukan suara Pauline yang cempreng.

"Ko Indra... uda dicariin tuh!" terdengar teriak tetangga usilku. Wah kayanya satu gank kecil ini semua udah terbiasa dengar suara Pauline tiap sore. Setiap sore Pauline selalu lewat depan gank ku sepulang sekolah. Dia selalu berjalan bersama dua sahabat baiknya, Lola dan Rina. Dan setiap sore aku selalu akan menemani sisa perjalanan dia sampai ke rumahnya.

Sore ini pun sama. Dan sore ini dia memakai seragam khusus sekolahnya. Seragam kotak-kotak hijau putih yang hanya dipakai hari Jumat. Aku suka sekali melihat dia memakai seragam yang ini.

Dia tersenyum menatap wajahku yang tampak jelas baru bangun tidur. Dia tau kalo panggilan dia selalu membangunkanku dari tidur siangku, tapi dia juga tau kalo aku rela untuk mengakhiri mimpi yang terindah sekalipun untuk mendengar panggilan dia. Jadi dia tidak akan minta maaf. Dia hanya tersenyum.

--2006--
Sosok mungil itu menghampiriku sambil tersenyum. "Sorry yah uda nunggu lama? Tadi Pauline lunch sama calon kakak ipar, trus ngobrolnya kelamaan."

Tetap mungil, tetap manis dan ngga meragukan kalo pake baju anak SMU, dan suaranya tetap cempreng. Tapi siapa yang ngga berubah dalam waktu 9 tahun? Aku berubah. Pauline pun berubah. Ada bagian dari diri dia yang tampak lebih dewasa, dan lelah oleh proses pendewasaan. Dan Pauline yang sekarang, dia meminta maaf.

Suara yang tidak berubah itu tidak lagi memiliki kekuatan seperti sembilan tahun yang lalu. Cintaku yang pernah melahirkan puisi demi puisi, surat demi surat, dan pengorbanan demi pengorbanan, sudah lama berganti. Dia tahu dan aku pun tahu. Banyak yang udah terjadi, banyak yang udah berlalu dan tidak akan kembali.

"Ko.. tadi lamunin apa? Mikirin cewe mana neh?"

"Oh ngga.. lagi lamunin cewe yang pake seragam kotak2"

Dia tersenyum, seperti senyumnya sembilan tahun lalu. Jawaban yang mungkin untuk beberapa detik lamanya mengembalikan kami ke dunia 1997.

"Hmm.. jadi ini yah East Coast. Kita mau ngapain neh ko?" tanya Pauline sambil memandangi langit yang mulai menjadi sedikit merah.

"Sepedaan yuk." jawabku singkat.

"haha.. nostalgia yah. Boleh juga!" ujar Pauline semangat.

Sembilan tahun lalu, aku selalu bersepeda bersama dia menemani sisa perjalanan pulangnya. Saling bertukar surat, obrolin segala hal yang ada dan tiada.

Lima menit kemudian kami sudah bersepeda berdampingan, perlahan menyusuri East Coast.

"Jadi kapan neh Pauline liat koko ngegandeng cewe dan mesra kaya dua orang itu di East Coast?" Pauline menunjuk sepasang manusia yang sedang duduk bersenda gurau mesra di bench yang baru kami lewati.

"Haha.. iya yah. Kamu aja uda mau nikah. Well.. mungkin di waktu aku udah bisa bikin cewe yang aku sayang bahagia seperti cowo tadi itu."

"Sembilan tahun lalu pun.. Waktu itu pun.. ko Indra udah bisa bikin cewe yang ko Indra sayang.. bahagia kok.." ujar Pauline, lirih dan pelan.

"haha..Oh yah? Tapi aku kok kalah melulu sama cowo laen yang ngejar kamu? Ok lah si muka merah emang bagus bodynya.. si mata empat aja sempet jadi cowo kamu loh.. trus erm.. sapa lagi yah haha.. kebanyakan lin.." Aku memang dari dulu suka menamai cowo2 yang ngejar Pauline, dan ngga terlalu peduli inget nama mereka.

Dia menatapku dalam, lalu tersenyum manis, manis sekali. "Mungkin karna.. hati ko Indra terlalu lembut, cowo yang hatinya gitu mungkin.. idiot soal urusan ngejer cewe"

Aku terbahak2 mendengar kata2 nya. Biarpun dikatakan idiot, mana bisa seorang cowo marah kalo yang bilang itu seorang bidadari yang mengatakannya dengan senyum terindahnya. Lagipula, kurasa dia ada benarnya.

"Kalo gitu.. mungkin aku harus belajar sama calon suami kamu yah Lin. kursus mengejar cewe"

Pauline tampak seperti berpikir serius untuk beberapa saat.. lalu berkata "rasanya ngga bisa ko Indra."

"eh.. kenapa lin?"

"Soalnya ko indra kayanya.. hopeless deh" ujarnya tertawa, lalu mempercepat sepedanya.

Sejenak aku terbengong.. hopeless. Separah itu kah? Aku penasaran.

"Kenapa bisa hopeless lin?" tanyaku setengah berteriak karena Pauline sudah agak jauh didepanku.

"Soalnya ko Indra bodoh!!" ujarnya tanpa menoleh. Ntah mengapa, seakan aku bisa menangkap sedikit rasa sedih dan kesal di ucapannya. Tapi kemudian dia tertawa.

"Dasar dede kaya apa neh.. ngatain koko nya bodo!" aku pura2 menggerutu, mempercepat sepedaku untuk menyusulnya.

beberapa detik kemudian, kami sudah kembali berdampingan. God I can almost swear I saw her watery eyes. Aku ngga berani menatap dia. Lalu bertanya lagi, "Aku separah itu kah lin?"

Dia tertawa lagi. "Ngga lah.. cuma aku rasa ko Indra itu biarpun hati lembut, tapi keras kepala, dan susah berubah, juga terlalu tinggi harga dirinya. Gimana bisa kursus gitu aja dan berubah? Banyak hal yang ko Indra anggap bodoh dan ga baik tapi yah.. itu tuh hal yang wajib hukumnya kalo kejer cewe. Kalo ko Indra bisa lebih ngga peduli soal harga diri ko Indra, act like a fool sometimes, pasti nolong deh. Trus.. eh.. ada sesuatu di wajahku?"

Pauline tiba-tiba menyadari betapa sedari tadi aku menatap wajahnya tanpa berkedip.

"Ah ngga.. aku lagi konsen buat ingetin omongan kamu aja. Kursus mengajar cewe pelajaran pertama, oleh Pauline hehe." ujarku cengar cengir.

Wajah Pauline menjadi merah, dia segera memasang tampang kesalnya yang paling kusukai. "Huh uda dibilangin hopeless. Uda, sekian kursusnya. Eh cewe cakep!"

"Eh mana?" tanpa sadar aku langsung menoleh kanan kiri. Aku baru sadar kalo aku dikerjai waktu mendengar dia tertawa.

"yah.. kelebihannya cuman hatinya lembut sama kadang agak lumayan gombalnya. Ga bakat ngejer cewe, trus hobi liatin cewe cakep pula. Gimana ngga hopeless koko ku" ujarnya dengan nada sesal yang dibuat2.

Aku kembali tertawa. "Iya yah lin.. kayanya kamu ngga akan pernah ngeliat aku menggandeng cewe menyusuri East Coast for years to come."

"Rasanya begitu." angguknya dengan mimik serius. Lalu kami serentak tertawa, dan tanpa ada yang mengkomando, serentak mempercepat sepeda, dan melaju kencang menikmati angin yang berhembus. Mungkin di waktu kita sedang penuh dengan pikiran, ada kecenderungan untuk ingin ngebut dan meninggalkan semua itu dibelakang. Tapi apa yang ada di pikiran Pauline?

Beberapa saat berlalu tanpa ada yang berkata-kata.

"Ko.."

"hm.."

"Kalopun.. Pauline rasa.. kalo pun bener ko Indra ngga akan pernah berubah dan tetep idiot. Pasti ada cewe baik dan cakep yang bakal suka dan puas digandeng idiot seperti ko Indra"

Aku ngga tau harus bagaimana menjawab, aku hanya tersenyum. Mungkin dia menangkap tanda ketidakpercayaan di senyumku.

"Dan kalopun.. cewe itu ngga pernah muncul. Kalo sampe Pauline lahirin anak cewe, pasti Pauline bakal jodohin sama ko Indra!!" ujarnya semangat.

Kali ini aku tidak bisa menahan tawaku. Pauline masih tetap Pauline sembilan tahun lalu dengan cara pikirnya yang aneh tapi mengharukan. Ada-ada saja. Bagaimana mungkin aku menikahi anaknya. Tapi aku mengerti benar apa yang mendorong ucapannya itu. Makasih lin..

--2020--
"Doh maap ko.. Pauline makin tua makin ngga tepat waktu neh. Uda lama nunggu nya?" Suara yang begitu familiar, suara yang sekali dulu pernah jadi suara paling efektif untuk membangunkanku dari tidur siang. Dulu sekali..

"Ngga kok lin.. aku juga baru sampe nih.." ujarku tersenyum menatap gadis manis yang datang bersama Pauline.

"Oh yah ini neh calon istrimu ko. Marlene, ini loh sahabat mama yang sering mama cerita in, yang dulu mama janjiin buat jodohin sama kamu. Gimana?" Pauline nyerocos dengan tanpa dosa sementara wajah anaknya sudah jadi semerah kepiting rebus.

"Oh ini yah Marlene. Wah lebih cantik dari kamu Lin. Ngga sia-sia donk aku nunggu belasan tahun buat janji kamu itu." candaku. Kali ini Marlene sudah ngga berani menatapku.

Pauline tertawa. Lalu mimiknya menjadi serius "Huh tua-tua masih gombal. Jadi dimana itu, Andina yang menggagalkan rencana perjodohan Marlene? Biar aku bisa bandingin lebih cantik mana, Andina atau Marlene"

Aku tidak menjawab, hanya tersenyum bahagia sambil menunjuk seorang wanita cantik yang sedang berlari-lari ke arah kami dari sebrang jalan. Seorang wanita yang sepuluh tahun lalu telah mempercayakan tangannya untuk kugandeng. Seorang wanita yang mencintaiku dan mempercayai seorang idiot sepertiku.

Comments

Popular posts from this blog

Yasuko to Kenji

Watched till the 8th episode, and each episode always has its touching moments, as well as silly moments. Not a spectacular drama, but a good one for sure. And the guy is a mangaka... oh no.. the dream that was buried long time ago... Go to mysoju.com if you'd like to watch. Amagasa - Yasuko to Kenji OST, by Tokio soo ka.... Tokio also sang My boss My hero's OST, Sorafune I think i like this band

Good things

Good things happen recently ^^ Not so much for me though lol. Well, my NUS fren got engaged last week. She has been with her boyfriend for quite a while. Both are genius.. congratz2... Then yesterday was the most shocking one... coz I always thought all was just jokes.. congratz to the two FA frens of me. Surely love works in the most unpredictable ways. Of course the previous couple from FA was also shocking to me for different reason haha. Anyway, glad to see them happy. I dunno if Friday's dinner is gonna be good thing but I know that this is really going nowhere. Sigh.. so it seems that we are going nowhere while the others have moved on. Anyway, was having a great FA session last night. Eve shared on how God used her the night before to help cast out demons for her friend. So she was sleeping over her friend's house, they were chatting till almost 3 AM and then the topic became serious and her friend wanted to be set free from the devil spirit inside her. At first Eve was ...

song of the phoenix

Hindarkan aku dari murkaMu ya Allah, sembunyikan aku dari geramMu yang menyala-nyala sesungguhnya dalam kesalahan aku dikandung, dan dalam pelanggaran aku diperanakkan, dan dengan dosa aku bergumul sepanjang hariku tulang-tulangku serasa remuk oleh gentar, dan hatiku sungguh hancur mengingat dukaMu jangan palingkan wajahMu ya Allah, jangan biarkan rohMu yang kudus beranjak dariku siapakah aku ya Tuhan, hingga layak akan belas kasihMu namun itu yang kupinta, kuberanikan meminta, maka dengarlah jeritku ya gunung batuku sekali lagi, ulurkan tangan kanan Mu angkatlah aku dari debu dan abu sekali lagi, hembuskan nafas hidup Mu bangkitkan aku dari jurang maut Hades nyalakan sekali lagi, api kudus Mu yang menghanguskan noda cela ku sampai habis biar sekali lagi bibir ini layak berkata, terpujilah Engkau ya Allah ku yang hidup *dari chapter 'daud dan batsyeba'